Di negara yang di kenal dengan negeri gingseng ini ternyata menyimpan banyak sekali kebudayaan yang unik, ya pastinya setiap Negara mempunyai kebudayann tersendiri yang unik tapi kali ini saya ingin membahas sedikit kebudayaan di Negara Korea Selatan ini.
Korea selatan adalah negara yg rakyatnya punya karakteristik ingin maju dan tidak ingin kalah dari yang lain. Mereka saling bersaing berlomba2 bekerja lebih keras daripada yang lain. Dalam bahasa Korea ada sebuah kata yang kalau diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi “envy”. Tetapi kata “iri” ini bermakna positif, bukan negatif. Yaitu, orang yg envy ini akan berusaha sebisanya untuk seperti yang lain. Istilahnya,
“kalau dia bisa, kenapa saya tidak?”.
“kalau dia bisa, kenapa saya tidak?”.
Sifat yang inilah yang membuat Korea selatan menjadi negara maju. Karena mereka tidak mau kalah dengan negara lain. Dalam bidang science dan technology, mereka cukup maju di dunia. Dana riset besar-besaran dikucurkan di mana-mana. Mereka yang mengerjakan riset ini, diharuskan menunjukkan bukti sudah terpublikasinya karya ilmiah mereka di penerbitan internasional sehingga cukup dikenal oleh negara-negara lain.
Rakyat Korea punya sifat lain yaitu “hurry hurry” atau “cepat cepat” atau terburu-buru. Walaupun di banyak hal membuat suatu pekerjaan jadi dikerjakan tergesa-gesa, sifat ini membuat segalanya bisa cepat diselesaikan. Public service di Korea selatan cukup bagus, segalanya bisa diselesaikan dengan cepat. Pengalaman di kantor imigrasi, membuat KTP, urusan bank, mengurus tax return, memesan barang untuk keperluan riset, sampai urusan membuat nomer hp bisa cepat diselesaikan. ( jadi punya pemikiran “di Korea apa sih yang tidak bisa selesai dalam semalam?” )
Sifat lain rakyat Korea adalah “polos” atau “tidak pakai prasangka” ketika mereka mempelajari tentang orang asing. Memang pada dasarnya mereka punya identitas bangsa yang kuat sehingga merasa aneh jika bertemu orang asing, karena adanya perbedaan warna kulit, bentuk badan (misalnya orang Korea selatan banyak yg langsing sehingga heran melihat orang yg super gemuk), rambut, mata, dll. Semua perbedaan yang terdapat pada diri orang asing, sangat terlihat di mata mereka. Tetapi hal ini diikuti dengan sikap tanpa prasangka mereka. Contohnya seperti kalau beberapa orang barat terpengaruh media yg menggembar gemborkan Islam dan teroris, sehingga jilbab ikut disangkut pautkan, hal ini tidak terjadi pada orang Korsel. Mereka melihat orang Islam sebagai “just another culture” maupun jilbab sebagai “ahh itu kan Cuma baju kebudayaan mereka saja.” Jadi, jika orang Korsel bertemu orang2 dari negeri lain, pada awalnya memang mereka akan terheran2 dan menanyakan berbagai macam pertanyaan yg sungguh “polos”, karena mereka tidak biasa hidup bersama orang yg sangat berbeda (lain halnya dengan di Indonesia misalnya, di mana alam negeri kita sendiri sudah berbeda-beda sekali suku2 dan budaya2nya).
Korea Selatan adalah negeri yg aman. Selain karena tingkat ekonomi yg baik (termasuk salah satu dari 30 negara anggota OECD ) rakyat Korea Selatan seperti punya “kacamata kuda”. Keburukannya mungkin kalau ada orang di sekitarnya kenapa-kenapa, dia tidak tahu atau tidak bisa membantu. Tapi kebaikannya, mereka seakan-akan punya kepribadian “tidak suka mengusik milik orang lain.”
Sama seperti budaya Asia pada umumnya, di Korea Selatan ada senioritas (yg lebih tua lebih dihormati), tapi memang dengan kadar yg lebih tinggi daripada negeri kita.
Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem Patrilinial. Dalam hal ini pria memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarkan dan diwajibkan untuk bekerja. Wanita diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak dan menjaga rumah sama seperti halnya di Negara kita Indonesia.
Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Para janda, walaupun jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga yang terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya walaupun istrinya tersebut mati muda.
Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Para janda, walaupun jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga yang terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya walaupun istrinya tersebut mati muda.
Masakan Korea adalah makanan tradisional yang didasarkan pada teknik dan cara memasak orang Korea. Mulai dari kuliner istana yang pelik sampai makanan khusus dari daerah-daerah serta perpaduan dengan masakan modern, bahan-bahan yang digunakan serta cara penyiapannya sangat berbeda. Banyak sekali makanan Korea yang sudah mendunia. Makanan yang dijelaskan di sini sangat berbeda dengan makanan yang disajikan dalam kuliner istana (surasang), yang sampai saat ini juga dinikmati sebagian besar masyarakat Korea.
Masakan Korea berbahan dasar sebagian besar pada beras, mi, tahu, sayuran dan daging. Makanan tradisional Korea terkenal akan sejumlah besar makanan sampingan (lauk) yang disebut banchan yang dimakan bersama dengan nasi putih dan sup (kaldu). Setiap makanan dilengkapi dengan banchan yang cukup banyak.
Makanan Korea berbeda secara musiman. Selama musim dingin, biasanya makanan tradisional yang dikonsumsi adalah kimchi dan berbagai sayuran yang diasinkan di dalam gentong besar yang disimpan di bawah tanah di luar rumah. Persiapan pembuatan masakan Korea biasanya sangat membutuhkan kerja sama.
1. Pengaturan meja makan
Orang Korea biasanya makan dengan duduk di bantal (tanpa kursi) pada meja yang rendah dengan posisi kaki menyilang (menyila). Makanan dimakan dengan sumpit dari stainless steel (jeotgarak) dan sendok panjang (sutgarak); set sumpit dan sendok ini dinamakan sujeo (gabungan sutgarak dan jeotgarak), namun sujeo dapat juga diartikan sebagai sendok saja. Tidak seperti bangsa pengguna sumpit lain, orang Korea sudah menggunakan sendok sejak abad ke-5 Masehi.
Tidak seperti orang Tionghoa atau Jepang, mangkuk nasi dan sup tidak boleh beranjak dari meja dan mereka memakannya dengan sendok. Banchan (lauk pauk) dimakan dengan sumpit. Pengaturan yang umum biasanya seperti berikut:
Nasi untuk perorangan disediakan dalam mangkuk kecil yang lebih tinggi dari diameternya. Sup hangat disediakan dalam mangkuk yang lebih besar dan lebar (di sebelah kanan nasi), seringkali jjigae atau makanan jenis berkuah lain dimakan bersama dari panci besar di tengah-tengah meja. Set sendok panjang stainless steel untuk nasi dan sup, dan sumpit untuk banchan (di sebelah kanan sup).
Hidangan lauk banchan yang bervariasi disediakan dalam mangkuk-mangkuk kecil. Tergantung pada setiap rumah tangga, minuman bisa saja disediakan atau tidak disediakan. Air es biasanya disediakan saat makan bersama keluarga. Dalam lingkungan umum (misal restoran), disediakan air atau minuman tradisional (“teh” biji-bijian seperti teh barley, sementara teh biasa kurang disukai saat makan karena rasanya tidak cocok dengan nasi atau banchan yang pedas). Minuman lain yang umum saat makan adalah soju. Setelah makan, minuman penyegar yang disediakan contohnya soojunggwa atau shikhye. Minuman yang disajikan berbeda-beda berdasarkan musim dalam setahun.
2. Etiket makan tradisional
Orang tua, yang dihormati, dan tamu harus diperlakukan dengan hormat dan mempunyai hak untuk memakan makanannya paling dulu. Bagi mereka ini, umumnya disediakan hidangan yang terbaik. Orang Korea tidak mengangkat mangkuk nasi dan sup mereka dari meja. Etiket mengharuskan mangkuk tetap di meja dan sendok/sumpit digunakan untuk menyuap makanan ke mulut. Mengangkat mangkuk dengan tangan dianggap tidak sopan, kecuali dalam beberapa keadaan yang cukup longgar, hal itu masih bisa diterima. Pada zaman dulu, kaum bangsawan (yangban) makan dengan meja yang mewah sementara kebalikannya, petani menikmati makanannya di tengah ladang.
Perilaku tidak sopan saat makan:
- Menghembuskan napas dari hidung ke meja,
- Mendahului makan sebelum orang tertua,
- Mendirikan sumpit atau sendok ke atas, karena melambangkan dupa yang dibakar saat upacara kematian,
- Menancapkan makanan dengan sumpit dan mengambil makanan dengan tangan (ada makanan yang boleh diambil dengan jari tangan, namun banchan tidak diperbolehkan),
- Menggunakan sumpit dan sendok pada saat bersamaan (hanya boleh dengan satu tangan),
- Menggunakan sumpit atau sendok dengan tangan kiri,
- Membuat suara berisik saat mengunyah makanan atau memukul mangkuk dengan alat makan,
- Mengaduk-aduk nasi atau sup dengan sendok/sumpit,
- Mengaduk-aduk lauk pauk dengan sendok/sumpit,
- Menyelesaikan makan terlalu cepat atau terlalu lambat,
- Minum minuman menghadap ke orang tua (Ini sangat tidak sopan, seseorang harus memutar posisi ke arah lain/sebelahnya)
- Menerima minuman dari orang tua dan dihormati dengan kedua tangan, seharusnya tangan kiri diletakkan ke dada dan tangan kanan memegang tempat minum/cawan saat minuman dituangkan.
- Dalam situasi informal, peraturan-peraturan ini kurang begitu penting. Dalam acara makan keluarga, anak-anak diajari oleh orang tua tentang cara dan etiket makan tradisional.
- Berbicara saat mengunyah makanan tidak apa-apa, selama mulut tidak dibuka. Adalah tidak sopan saat makan berbicara dengan mulut terbuka. Namun, jika berbicara saat makan, orang Korea terbiasa menjawab dengan hanya mengangguk-anggukkan kepala atau menyebut “mm” sebagai kata “ya” dan tidak membuka mulut. Menyantap/menyeruput sup dengan suara berdesis sangat dianjurkan. Orang korea akan memberi komentar terhadap tamu yang sangat diam saat makan (jika ia tidak bicara), supaya ia tidak terus berpacu menyantap makanan jika ia berhenti makan untuk berbicara.
Peraturan lain yang harus diingat adalah orang-orang tua atau yang dihormati tidak perlu harus mengikuti tata-cara itu, namun orang lain diharuskan. Ini dikarenakan hal terpenting dalam makan adalah menunjukkan rasa hormat dan sopan kepada yang berada diatas kita. Hal ini tidak berlaku saat makan sendirian atau dengan teman-teman.
Dalam makan malam tidak diharuskan menghabiskan semua porsi lauk pauk yang disediakan, namun nasi individual harus dihabiskan. Menyantap makanan terlalu cepat akan membuat tuan rumah berpikir bahwa makanan yang disediakan tidak cukup. Selain itu menyisakan lauk dalam jumlah banyak adalah tidak sopan karena dianggap membuang-buang makanan.
Pada saat di restoran, seorang Korea cenderung membayar semua makanan semua orang dalam suatu kelompok. Biasanya yang dibayari akan membayar saat makan selanjutnya. Banchan yang bermacam-macam biasa dipesan dan disajikan dalam porsi kecil dan akan dipenuhkan lagi jika sudah habis. Tidak apa-apa untuk meminta tambahan lauk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar